Hasil Usaha Syariah Kena PPh

Pemerintah menerbitkan dua peraturan yang mengatur pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas kegiatan usaha pembiayaan syariah dan perbankan syariah. Dengan kedua peraturan tersebut, pemerintah berharap ada keselarasan penerapan peraturan perpajakan dengan praktik kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Pajak bonus, bagi hasil, margin keuntungan diperlakukan seperti PPh atas bunga
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Dedi Rudaedi menyebutkan, pertama adalah Peraturan Menteri Keuangan No 136/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha PembiayaanSyariah.
Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa perlakuan pajak atas kegiatan sewa guna usaha yang dilakukan berdasarkan ijarah diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna usaha tanpa hak opsi {operating lease).
“Sedangkan sewa guna usaha ijarah muntahiyah bittamlik diperlakukan sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease),” kata Dedi Rudaedi di Jakarta, Senin (16/1).
Ia menambahkan, untuk kegiatan usaha anjak piutang wakalah bil ujrah dan pembiayaan konsumen berdasarkan akad murahabah, salam, dan istishna, keuntungannya dikenai pajak penghasilansesuai dengan ketentuan pajak penghasilan atas bunga.
Selanjutnya, atas penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha kartu kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah lainnya, dikenai pajak penghasilan. “Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan,” tuturnya.
Peraturan kedua adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah. Dalam kegiatan usaha perbankan syariah, penghasilan berupa bonus, bagi hasil, dan margin keuntungan dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan pengenaan pajak penghasilan atas bunga.
“Sedangkan penghasilan lainnya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai transaksi perbankan syariah dengan nasabah penerima fasilitas,” ujarnya.
Menurut Dedi, kegiatan pembiayaan syariah dan perbankan syariah pembebanan biayanya mengacu pada ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan. Apabila terdapat pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi prinsip syariah, maka tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
“Oleh karena itu, pengalihan tersebut dianggap sebagai pengalihan langsung dari pihak ketiga kepada nasabah yang dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku,” papar Dedi Rudaedi.
Kehadiran dua peraturanyang mengenakan pajak penghasilan produk pembiayaan bank syariah sama dengan produk bank konvensional itu akan menghapus pajak berganda pada pembiayaan bank syariah. Direktur kepatuhan BNI Syariah, Imam Teguh Saptono, mengatakan, penghapusan pajak berganda tersebut akan menyejajarkan produk pembiayaan syariah dengan produk bank konvensional. Karena itu, produk pembiayaan bank syariah memiliki kesempatan yang sama dalam berkompetisi,di pasar. “Ini positif karena ke depannya produk bank syariah sejajar dengan produk konvensional,” ujarnya, Senin (16/1).
Penghapusan pajak berganda tersebut, bagi Direktur Bank Sinarmas Syariah, Heru Agus Wuryanto, akan membuat kompetisi pasar semakin adil. Menurutnya, penghapusan pajak berganda itu akan memberi kepastian bagi nasabah ketika menerima pembiayaan bank syariah. “Selama ini, nasabah meminta jaminan (pajak berganda) kepada bank. Kalau sudah pasti seperti ini akan membuat masyarakat tidak ragu-ragu lagi ambil pembiayaan ke bank syariah,” ujarnya.
Direktur BPRS As-Salam Cahyo Kartiko mengatakan, perlakuan pajak atas transaksi di bank syariah memang seharusnya sama dengan bank konvensional. Sayangnya, pendapatan atas sewa di bank syariah selama ini dikenai pajak. “Baik bank syariah dan konvensional itu sama-sama usaha keuangan, jadi transaksi yang terjadi pasti transaksi keuangan, bukan sewa,” paparnya.

Nur Aini

ed: irwan kelana

sumber: republika.co.id
Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2009 Template by Mag-Net