Hawalah

Fatwa DSN 12/DSN-MUI/IV/2000: Hawalah

Menimbang :
a. bahwa terkadang seseorang tidak dapat membayar utang-utangnya secara langsung; karena itu, ia boleh memindahkan penagihannya kepada pihak lain, yang dalam hukum Islam disebut dengan hawalah, yaitu akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar)-nya;
b. bahwa akad hawalah saat ini bisa dilakukan oleh LKS;
c. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang hawalah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
Pertama: Ketentuan Umum Hawalah:
  1. Rukun hawalah adalah muhil (المحيل), yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal (المحال او المحتال), yakni orang berpiutang kepada muhil, muhal 'alaih (المحال عليه), yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal, muhal bih (المحال به), yakni hutang muhil kepada muhtal, dan sighat (ijab-qabul).
  2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
  3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
  4. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal 'alaih.
  5. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas.
  6. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal 'alaih; dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal 'alaih.
Kedua:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ditetapkan di: Jakarta
Tanggal: 08 Muharram 1421 H / 13 April 2000 M

Selengkapnya silahkan downloa di sini
Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2009 Template by Mag-Net